Tokoh Jaringan Islam Liberal Indonesia (JIL) Ulil Abshar Abdalla dijemput hadir ke Malaysia dalam satu program diskusi meja bulat anjuran IRF dan GMM pada 18 Oktober akan datang. Beliau akan membentangkan tajuk 'Tantangan Fundamentalisme Agama di Abad Ini'. Kehadirannya ke Malaysia mendapat bantahan ramai pihak. Wartawan ISMAweb Siti Fatimah Ishak menghubungi Koordinator Indonesia Tanpa JIL (ITJ) Ustaz Akmal MPd.i. bagi menjelaskan isu di sebalik kedatangan Ulil Abshar ke Malaysia. Ustaz Akmal merupakan Ketua Divisi Penelitian & Pengembangan (Litbang) di Indonesia Tanpa JIL (ITJ) Pusat.
Wartawan: Wajarkah Ulil Abshar dijemput ke Malaysia? Mengapa?
Ustaz Akmal : Berkenaan kedatangan Ulil, jika yang dikehendaki adalah kedatangan tokoh cendekiawan Muslim, maka langkah ini sungguh keliru. Pemikiran Ulil banyak bertentangan dengan para ulama, bahkan Ulil sendiri pernah memaki ulama di Indonesia. Gagasan-gagasan Ulil pun tak lebih dari sekedar wacana di atas kertas, sedangkan Ulil sendiri tidak dianggap sebagai tokoh yang mampu melakukan perubahan di Indonesia.
Wartawan: Boleh ustaz jelaskan, pada pemerhatian ustaz adakah terdapat usaha pihak-pihak tertentu yang cuba membawa masuk liberal ke negara lain terutamanya Malaysia?
Ustaz Akmal: Dari kabar yang saya dengar memang saya menangkap kesan bahwa gerakan Islam liberal di Malaysia baru mulai muncul ke permukaan dan mereka belajar banyak dari Islam liberal di Indonesia. Tapi dalam setiap kegiatannya, gerakan Islam liberal tak pernah berdiri sendiri, melainkan selalu bersandar pada dukungan asing. Oleh karena itu, kita memang patut curiga bahwa ada pihak-pihak yang sengaja mendatangkan Ulil ke Malaysia untuk lebih menghidupkan lagi Islam liberal di Malaysia.
Wartawan: Apakah kesan buruk ideologi liberal apabila ia masuk ke Indonesia ataupun negara-negara Islam yang lain?
Ustaz Akmal : Berkenaan kedatangan Ulil, jika yang dikehendaki adalah kedatangan tokoh cendekiawan Muslim, maka langkah ini sungguh keliru. Pemikiran Ulil banyak bertentangan dengan para ulama, bahkan Ulil sendiri pernah memaki ulama di Indonesia. Gagasan-gagasan Ulil pun tak lebih dari sekedar wacana di atas kertas, sedangkan Ulil sendiri tidak dianggap sebagai tokoh yang mampu melakukan perubahan di Indonesia.
Wartawan: Boleh ustaz jelaskan, pada pemerhatian ustaz adakah terdapat usaha pihak-pihak tertentu yang cuba membawa masuk liberal ke negara lain terutamanya Malaysia?
Ustaz Akmal: Dari kabar yang saya dengar memang saya menangkap kesan bahwa gerakan Islam liberal di Malaysia baru mulai muncul ke permukaan dan mereka belajar banyak dari Islam liberal di Indonesia. Tapi dalam setiap kegiatannya, gerakan Islam liberal tak pernah berdiri sendiri, melainkan selalu bersandar pada dukungan asing. Oleh karena itu, kita memang patut curiga bahwa ada pihak-pihak yang sengaja mendatangkan Ulil ke Malaysia untuk lebih menghidupkan lagi Islam liberal di Malaysia.
Wartawan: Apakah kesan buruk ideologi liberal apabila ia masuk ke Indonesia ataupun negara-negara Islam yang lain?
Ustaz Akmal: Di Indonesia, Ulil selalu mengaku sebagai bagian dari organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Padahal, para ulama NU yang tergabung dalam Forum Kyai Muda (FKM) NU menolak keras paham Islam liberal yang dibawa oleh Ulil. Debat antara Ulil dan FKM NU bisa ditemukan rekamannya di situs Youtube. Demikian juga ormas Islam lainnya yang juga besar, yaitu Muhammadiyah, banyak dicatut namanya oleh para aktivis Islam liberal, padahal Muhammadiyah sangat menolak paham ini. Jadi adakalanya Islam liberal mencatut nama ormas, tapi tidak jarang pula mencela ulama. Di Indonesia, Islam liberal selalu menentang Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan MUI sudah mengeluarkan fatwa sesatnya paham Islam liberal sejak tahun 2005.
Isu-isu yang mereka bawakan di Indonesia adalah tentang bolehnya nikah beda agama, halalnya homoseksualitas, bahkan ada juga yang mengatakan pelacuran itu boleh. Terhadap Al-Qur'an, mereka menganggapnya produk budaya, dan mereka terbiasa mencela 'Utsman ibn Affan ra karena telah menetapkan Mushaf 'Utsmani sebagai standar. Mereka terbiasa mencela Imam Syafi'i, menyatakan semua agama benar (pluralisme agama), bahkan juga membela kaum ateis.
Selain itu, aktivis Islam liberal kerap menyebut pihak-pihak yang memusuhinya sebagai fundamentalis dan radikalis. Padahal, menurut saya, mereka sendiri sangat fundamentalis. Diskusi-diskusi yang mereka selenggarakan biasanya tertutup, dan mahasiswa-mahasiswa yang didoktrin dengan paham Islam liberal diberikan kajian-kajian tertentu dan mereka menutup mata dari kritik-kritik terhadap Islam liberal. Saya pernah diundang untuk debat dengan sejumlah tokoh Islam liberal di radio Hard Rock FM, tapi mereka semua menolak datang. Sejatinya, mereka sangat anti diskusi.
Wartawan: Boleh ustaz jelaskan apakah langkah-langkah untuk melawan ideologi liberal?
Ustaz Akmal: Untuk menolak fahaman Islam liberal, harus dengan menumbuhkan tradisi ilmu. Kami di Indonesia banyak mengambil ilmu dari tokoh-tokoh di Malaysia seperti Prof. Naquib al-Attas dan Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud. Pemikiran-pemikiran kedua tokoh ini cukup membantu kami memahami kerusakan pemikiran umat Muslim yang belajar dari kaum orientalis seperti mereka yang menyebut dirinya Islam liberal ini. Hanya saja, kasus Islam liberal itu sendiri lebih dulu mengemuka di Indonesia. Menurut saya, saudara-saudara di Malaysia akan lebih mampu menghadapi tantangan pemikiran ini dengan berkonsultasi kepada para ulama dan cendekiawan di sana.
Isu-isu yang mereka bawakan di Indonesia adalah tentang bolehnya nikah beda agama, halalnya homoseksualitas, bahkan ada juga yang mengatakan pelacuran itu boleh. Terhadap Al-Qur'an, mereka menganggapnya produk budaya, dan mereka terbiasa mencela 'Utsman ibn Affan ra karena telah menetapkan Mushaf 'Utsmani sebagai standar. Mereka terbiasa mencela Imam Syafi'i, menyatakan semua agama benar (pluralisme agama), bahkan juga membela kaum ateis.
Selain itu, aktivis Islam liberal kerap menyebut pihak-pihak yang memusuhinya sebagai fundamentalis dan radikalis. Padahal, menurut saya, mereka sendiri sangat fundamentalis. Diskusi-diskusi yang mereka selenggarakan biasanya tertutup, dan mahasiswa-mahasiswa yang didoktrin dengan paham Islam liberal diberikan kajian-kajian tertentu dan mereka menutup mata dari kritik-kritik terhadap Islam liberal. Saya pernah diundang untuk debat dengan sejumlah tokoh Islam liberal di radio Hard Rock FM, tapi mereka semua menolak datang. Sejatinya, mereka sangat anti diskusi.
Wartawan: Boleh ustaz jelaskan apakah langkah-langkah untuk melawan ideologi liberal?
Ustaz Akmal: Untuk menolak fahaman Islam liberal, harus dengan menumbuhkan tradisi ilmu. Kami di Indonesia banyak mengambil ilmu dari tokoh-tokoh di Malaysia seperti Prof. Naquib al-Attas dan Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud. Pemikiran-pemikiran kedua tokoh ini cukup membantu kami memahami kerusakan pemikiran umat Muslim yang belajar dari kaum orientalis seperti mereka yang menyebut dirinya Islam liberal ini. Hanya saja, kasus Islam liberal itu sendiri lebih dulu mengemuka di Indonesia. Menurut saya, saudara-saudara di Malaysia akan lebih mampu menghadapi tantangan pemikiran ini dengan berkonsultasi kepada para ulama dan cendekiawan di sana.
http://www.ismaweb.net/2014/10/indonesia-tanpa-jil-itj-tolak-kewajaran-bawa-ulil-abshar-ke-malaysia/
Perbahasan Ulil Abshar dengan Forum Kiyai Muda NU tahun 2009
Forum Kiai Muda NU : Ulil Mencatut Gus Dur
Forum Tabayyun dan Debat Forum Kiai Muda (FKM) NU dengan Ulil berlangsung seru. Tak kurang dari 500 orang hadir dalam kesempatan itu. Mereka datang dari Jember, Banyuwangi, Situbondo, Pasuruan dan Probolinggo. Seolah-olah forum itu menjadi tempat penumpahan uneg-uneg warga NU terhadap gagasan dan pemikiran Ulil mengenai Islam liberal yang diusungnya selama ini.
Debat yang dimoderatori Kiai Abdurrahman Navis itu mengangkat dua pemikirian Ulil yang sangat kontroversial, yaitu soal pluralisme agama dan kesakralan Al-Qur'an. FKM diberi kesempatan pertama untuk menyampaikan "uneg-uneg" terkait dengan pemikiran Ulil.
Peserta menanyakan hal urgen terkait masalah prinsip beragama. Diantaranya Masalah pluralisme agama, semua agama sama benar.
Dalam acara ini, nampak peserta sangat rapi menyiapkan berbagai bahan baik ucapan, tulisan dan pernyataan Ulil menyangkut paham liberal selama ini.
Debat yang dimoderatori Kiai Abdurrahman Navis itu mengangkat dua pemikirian Ulil yang sangat kontroversial, yaitu soal pluralisme agama dan kesakralan Al-Qur'an. FKM diberi kesempatan pertama untuk menyampaikan "uneg-uneg" terkait dengan pemikiran Ulil.
Peserta menanyakan hal urgen terkait masalah prinsip beragama. Diantaranya Masalah pluralisme agama, semua agama sama benar.
Dalam acara ini, nampak peserta sangat rapi menyiapkan berbagai bahan baik ucapan, tulisan dan pernyataan Ulil menyangkut paham liberal selama ini.
Ketika terpojok, Ulil malah berlindung kepada Gus Dur. Ia mengaku pemikirannya sudah dikembangkan oleh Gus Dur
Ketika terpojok, Ulil malah berlindung kepada Gus Dur. Ia mengaku pemikirannya sudah dikembangkan oleh Gus Dur. "Sebenarnya pemikiran soal pluralisme sudah diungkap oleh Gus Dur, kenapa baru sekarang ramai," ungkap Ulil dikutip situs www.nu.or.id.
Gus A'ab, menyayangkan tulisan-tulisan Ulil soal pluralisme agama selama ini. Pasalnya, Ulil telah menyamaratakan semua agama. Menurut Gus A'ab, pemikirian Ulil yang menyatakan bahwa semua agama itu benar adalah salah besar. Yang betul, katanya, orang Islam wajib meyakini bahwa agama Islamlah yang benar, walaupun keyakinan itu tidak boleh sampai menghilangkan toleransi terhadap kebenaran agama lain sesuai keyakinan penganutnya.
"Jadi jangan pernah mengagggap semua agama benar. Kita harus tetap meyakini Islam itu yang benar tanpa harus menafikan kebenaran agama lain sesuai yan diyakini pemeluknya," tukasnya Gus A'ab.
Mendapat serangan itu, Ulil menghindar. "Tidak benar saya mengatakan semua agama itu benar. Yang sama itu hanya agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Karena, tiga agama itu minimal mempunyai landasan teoleogi yang sama," jelas Ulil.
Debat semakin seru, karena pengunjung banyak yang berteriak ketika Ulil lagi-lagi menghidari pernyataannya sendiri di berbagai tulisannya. Padahal, FKM membawa segepok foto copy tulisan Ulil yang berisi pemikiran kontroversial itu.
Gus A'ab, menyayangkan tulisan-tulisan Ulil soal pluralisme agama selama ini. Pasalnya, Ulil telah menyamaratakan semua agama. Menurut Gus A'ab, pemikirian Ulil yang menyatakan bahwa semua agama itu benar adalah salah besar. Yang betul, katanya, orang Islam wajib meyakini bahwa agama Islamlah yang benar, walaupun keyakinan itu tidak boleh sampai menghilangkan toleransi terhadap kebenaran agama lain sesuai keyakinan penganutnya.
"Jadi jangan pernah mengagggap semua agama benar. Kita harus tetap meyakini Islam itu yang benar tanpa harus menafikan kebenaran agama lain sesuai yan diyakini pemeluknya," tukasnya Gus A'ab.
Mendapat serangan itu, Ulil menghindar. "Tidak benar saya mengatakan semua agama itu benar. Yang sama itu hanya agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Karena, tiga agama itu minimal mempunyai landasan teoleogi yang sama," jelas Ulil.
Debat semakin seru, karena pengunjung banyak yang berteriak ketika Ulil lagi-lagi menghidari pernyataannya sendiri di berbagai tulisannya. Padahal, FKM membawa segepok foto copy tulisan Ulil yang berisi pemikiran kontroversial itu.
Forum Kiai Muda (FKM) NU menilai paham JIL cenderung membatalkan otoritas para ulama salaf. Namun mengajak menghadapi JIL dengan dialog
Menurut Gus A'ab, pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh Jaringan Islam Liberal (JIL) tidak bisa dikaitkan dengan NU, meskipun beberapa orang dari kelompok ini adalah anak NU, bahkan menantu salah seorang tokoh NU.
Ia menyatakan, keberadaan JIL sangat merisaukan warga NU, karena salah seorang pentolannya, Ulil Abshar-Abdalla adalah warga NU
Ia menyatakan, keberadaan JIL sangat merisaukan warga NU, karena salah seorang pentolannya, Ulil Abshar-Abdalla adalah warga NU
Di bawah ini pernyataan lengkap Forum Kiai Muda NU:
Kesimpulan Forum Tabayyun dan Dialog Terbuka
Antara Jaringan Islam Liberal dan Forum Kiai Muda (FKM) NU Jawa Timur
Di PP Bumi Sholawat, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur
Ahad, 11 Oktober 2009
Antara Jaringan Islam Liberal dan Forum Kiai Muda (FKM) NU Jawa Timur
Di PP Bumi Sholawat, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur
Ahad, 11 Oktober 2009
Dewasa ini sedang berlangsung perang terbuka dalam pemikiran (ghazwul fikri) pada tataran global. Melalui sejumlah kampanye dan agitasi pemikiran, seperti perang melawan terorisme dan promosi ide-ide liberalisme politik dan ekonomi neo-liberal, Amerika Serikat sebagai kekuatan dunia berupaya menjinakkan ancaman kelompok-kelompok radikal, memanas-manasi pertikaian di antara kelompok radikal dan moderat dalam tubuh umat Islam, serta menyeret umat Islam dan bangsa ini ikut menjadi proyek liberal mereka.
Dengan memperhatikan perkembangan global tersebut, dan terdorong oleh kepentingan membela tradisi Ahlussunnah Waljamaah yang dianut oleh warga NU sebagai bagian dari identitas dan jati diri bangsa ini, Forum Kiai Muda Jawa Timur memberikan kesimpulan tentang hasil-hasil dialog dengan Jaringan Islam Liberal (JIL) sebagai berikut:
1. Sdr. Ulil Abshar Abdalla dengan JIL-nya tidak memiliki landasan teori yang sistematis dan argumentasi yang kuat. Pemikiran mereka lebih banyak berupa kutipan-kutipan ide-ide yang dicomot dari sana-sini, dan terkesan hanya sebagai pemikiran asal-asalan belaka (plagiator), yang tergantung musim dan waktu (zhuruf), dan pesan sponsor yang tidak berakar dalam tradisi berpikir masyarakat bangsa ini.
2. Pada dasarnya pemikiran-pemikiran JIL bertujuan untuk membongkar kemapanan beragama dan bertradisi kaum Nahdliyin. Cara-cara membongkar kemapanan itu dilakukan dengan tiga cara: (1) Liberalisasi dalam bidang akidah; (2) Liberalisasi dalam bidang pemahaman al-Quran; dan, (3) Liberalisasi dalam bidang syariat dan akhlak.
3. Liberalisasi dalam bidang akidah yang diajarkan JIL, misalnya bahwa semua agama sama, dan tentang pluralisme, bertentangan dengan akidah Islam Ahlussunnah Waljamaah. Warga NU meyakini agama Islam sebagai agama yang paling benar, dengan tidak menafikan hubungan yang baik dengan penganut agama lainnya yang memandang agama mereka juga benar menurut mereka. Sementara ajaran pluralisme yang dimaksud JIL berlainan dengan pandangan ukhuwah wathaniyah yang dipegang NU yang mengokohkan solidaritas dengan saudara-saudara sebangsa. NU juga tidak menaruh toleransi terhadap pandangan-pandangan imperialis neo-liberalisme Amerika yang berkedok "pluralisme dan toleransi agama".
4. Liberalisasi dalam bidang pemahaman al-Quran yang diajarkan JIL, misalnya al-Quran adalah produk budaya dan keotentikannya diragukan, tentu berseberangan dengan pandangan mayoritas umat Islam yang meyakini al-Quran itu firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan terjaga keasliannya.
5. Liberalisasi dalam bidang syari'ah dan akhlak di mana JIL mengatakan bahwa hukum Tuhan itu tidak ada, jelas bertolak belakang dengan ajaran Al Quran dan Sunnah yang mengandung ketentuan hukum bagi umat Islam. JIL juga mengabaikan sikap-sikap tawadhu' dan akhlaqul karimah kepada para ulama dan kiai. JIL juga tidak menghargai tradisi pesantren sebagai modal sosial bangsa ini dalam mensejahterakan bangsa dan memperkuat Pancasila dan NKRI.
6. Ide-ide liberalisasi, kebebasan dan hak asasi manusia (HAM) yang diangkat oleh kelompok JIL dalam konteks NU dan pesantren tidak bisa dilepaskan dari Neo-Liberalisme yang berasal dari dunia kapitalisme, yang menghendaki agar para kiai dan komunitas pesantren tidak ikut campur dalam menggerakkan tradisinya sebagai kritik dan pembebasan dari penjajahan dan kerakusan kaum kapitalis yang menjarah sumber-sumber daya alam bangsa kita.
7. JIL cenderung membatalkan otoritas para ulama salaf dan menanamkan ketidakpercayaan kepada mereka, sementara di sisi lain mereka mengagumi pemikiran orientalis Barat dan murid-muridnya, seperti Huston Smith, John Shelby Spong, Nasr Hamid Abu Zaid, dan sebagainya.
8. Menghadapi pemikiran-pemikiran JIL tidak dilawan dengan amuk-amuk dan cara-cara kekerasan, tapi harus melalui pendekatan yang strategis dan taktis, dengan dialog-dialog dan pencerahan.
Forum Kiai Muda Jawa Timur,
Tulangan, Sidoarjo, 11 Oktober 2009
[cha, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan